Pada tahun 2009 pertumbuhan dan perkembangan lembaga perbankan syariah di Indonesia berjalan secara organik. Pertumbuhan perbankan syariah hanya sebesar 26,5 persen, dengan angka Rp 59,7 triliun (posisi oktober 2009). Diperkirakan akhir Desember mencapai Rp 62 triliun. Angka pertumbuhan 26,5 ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah perbankan syariah di Indonesia. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan perbankan konvensional yang hanya tumbuh 12,5 persen angka 26,5 masih relatif tinggi. Tetapi market share perbankan syariah terhadap bank konvensional masih 2,4 persen.

Tahun 2009 merupakan tahun yang penuh tantangan dalam sistem keuangan, baik global maupun domestik. Krisis finansial yang bermula tahun 2008 telah mengganggu stabilitas sistem keuangan dan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Namun alhamdulillah, industri perbakan syaroah dapat mempertahankan tingkat pertumbuhannya secara wajar, yang ditunjukkan dengan perrtumbuhan pembiyaan dan dana pihak ketiga. Hasil analisis menunjukkan bahwa aktivitas dan capaian operasional perbankan syariah secara umum berada dalam kondisi yang baik, kecuali Non Performing Financing (NPL) yang perlu mendapat perhatian, 5.5 %. (okt 2009).

Dari sisi kelembagaan, pada tahun 2009 telah hadir bank umum syariah baru, yaitu Bank Panin Syariah. Ditambah dua Unit Usaha Syariah, yaitu OCBC NISP dan Bank Sinar Mas Syariah. Dengan demikian, Bank Umum Syariah menjadi enam bank, yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank BRI Syariah, Bank Bukopin Syariah dan Bank Panin Syariah. Selain itu, tumbuh pula 7 BPR Syariah baru. (Data BI oktober 2009) Dari sisi institusional ini penyebaran jaringan kantor perbankan syariah pun mengalami pertumbuhan pesat. Pada tahun 2009, outlet pelayanan mengalami penambahan sebanyak 148 kantor. Dengan demikian, kini bank syariah telah memiliki sekitar 3012 jaringan, dengan rincian 6 kantor Pusat Bank Umum Syariah, 25 kantor UUS (Unit Usaha Syariah), 1101 Kantor Cabang, 1742 office channeling (layanan bank syariah di bank konvensional) dan 138 BPRS (Data BI oktober 2009). Ini belum termasuk jaringan kantor POS yang menjadi channeling tabungan syar-e Bank Muamalat Indoensia.

Penghimpunan dan Penyaluran dana
Pada tahun 2009, jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai Rp.45,2 triliun, hanya tumbuh 18,16 persen. Angkah ini lebih rendah dibanding perrumbuhan tahun 2008 yang lalu, 42.9 persen. Hal ini dikarenakan melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional Sementara itu pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga) perbankan syariah 26,5 % (yoy), yaitu 46,5 Triliun. FDR (Financing to Deposit Rasio sebesar 97.5 persen. Selama tahun 2009, ROA perbankan syariah mencapai 1,2 % dan ROE mencapai 30,

Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat dikatakan bahwa industri perbankan syariah masih tumbuh secara normal Dengan kinerja pertumbuhan industri yang tetap fantantis tersebut boleh membuat para pegiat tersenyum, namun harus diingat bank-bank syariah harus ditetap dikawal, dan didesak untuk senantiasa istiqamah dalam penerapan manajemen resiko, syariah compliance dan menerapkan Good Syariah Governance. GCG Syariah yang baru diatur oleh Bank Indonesia, hendaknya benar-benar bisa diterapkan. Dewan Pengawas Syariah tidak perlu takut dengan Peraturan Bank Indonesia tersebut.

Para pengawas Syariah harus bekerja secara optimal, serta berperan aktif dan produktif, tidak boleh sungkan untuk menegur setiap penyimpangan syariah dari manajemen bank . Jika bank syariah dinilai menyimpang, akan berakibat pada resiko reputasi yang pada giliranya akan mengakibatkan risiko likuiditas.

Outlook 2010 dan Skenario Pertumbuhan
Pada tahun 2010, bank syariah di Indonesia, diyakini akan terus tumbuh sejalan dengan makin pulihnya krisis keuangan global. Proyeksi untuk tahun 2010 diyakini masih sejalan dengan yang telah diformulakan dalam Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah 2008. Dalam rancangan ini, Bank Indonesia telah menetapkan visi 2010 pengembangan pasar perbankan syariah di Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN. Pada tahun 2010, implementasi Grand Strategy Public Education perbankan syariah akan dilaksanakan secara optimal .oleh Bank Indonesia dan komponen asisiai ekonomi syariah, seperti IAEI, MES, FOSSEI, ASBISINDO, PKES dan lain-lain. Karena itu bank syariah akan mengalami tetap tumbuh secara signiikan.

Skenario Pertumbuhan
Bank Indonesia telah menproyeksikan pertumbuhan perbankan syariah nasional pada tahun 2010 menjadi 3 skenario pertumbuhan, yaitu skenerio pesimis, moderat dan optimis. Namun skenerio ini perlu dianalisis secara realistis dan faktual, sehingga ditemukan angka yang paling mendekati realita.

Pertama, Skenario Proyeksi Pesimis
Menurut skrenerio ini, pertumbuhan berlangsung secara organic yang diproyeksikan sebesar 26% dengan total asset 72 triliun. Proyeksi ini didasarkan pada beberapa indikator, seperti recovery ekonomi domestik dan global. Pemulihan makroekonomi ini, diasumsikan akan mendorong pertumbuhan perbankan syariah. Indikator lainnya adalah semakin massifnya keberhasilan edukasi publik dan promosi perbankan yang dilakukan baik oleh Bank Indoensia sendiri, bank-bank syariah dan organisasi assosiasi seperti IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia) yang memiliki jaringan luas di seluruh Perguruan Tinggi Indonesia dan MES (Masyarakat Ekonomi Syariah). Pada tahun lalu, Bank Indonesia membuat skenerio pesimis di mana targetnya hanya 57 triliun. Alhamdulillah ternyata, target ini terlampaui, karena asset bank syariah pada akhir 2009 lebih dari 60 triliun. Untuk tahun 2010 diproyeksikan, skenerio pesimis sebesar 72 triliun, juga akan terlampaui.

Kedua, Skenario Proyeksi Moderat
Menurut skenerio ini pertumbuhan bank syariah diproyeksikan mencapai 43 %, dengan total asset Rp 97 triliun. Proyeksi moderat ini didasarkan pada beberapa indikator, yaitu indikator pada skenerio pertama di atas, juga indikator masuknya investor baru melalui pendirian bank Islam baru, atau membeli dan menyuntikkan modal di bank-bank Islam yang ada. Pada tahun 2010 akan berdiri Bank Umum Syariah yang baru seperti BCA Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, BNI Syariah dan Bank Victoria Syariah. Kelahiran bank umum ini dipastikan akan mendongkrak pertumbuhan bank syariah secara signifikan.

Dengan semakin besarnya asset perbankan syariah, maka biaya program promosi bank syariah makin besar, sehingga pengetahuan masyarakat makin meningkat yang pada gilirannya mereka akan memilih bank syariah dalam transaksi perbankan.

UU No 42/2009 yang menghapus Pajak Pertambahan Nilai Murabahah akan mendorong peningkatan kapasitas bank-bank syariah melalui peran investor asing.

Upgrade HR persyaratan baik kuantitas dan kualitas. Semakin banyak Perguruan Tinggi yang melahirkan sarjana Ekonomi Islam yang berkualitas, dan semakin banyak dosen ekonomi Islam yang menyebarkan ekonomi Islam.

Selain itu, sejumlah ulama muda yang memahami ekonomi Islam melalui pendidikan S2 dan S3 akan semakin banyak. Mereka adalah alumni Universitas Timur Tengah yang kuliah S2 dan S3 ekonomi Islam, Mereka akan menjadi daĆ¢€™i-dai yang cerdas tentang ilmu ekonomi dan perbankan Islam. Kehadiran mereka diperkirakan akan menggeser pandangan sempit masyarakat dan tokoh agama yang sering menyamakan bank syariah dengan bank konvensional. Ghirah dan semangat juang mereka demikan tinggi, karena mereka telah memahami secara ilmiah dan empiris betapa riba, gharar dan maysir menjadi punca kehancuran ekonomi dunia dan Indoneaia.

Skenario Proyeksi Optimis
Menurut skenerio ketiga, pertumbuhan bank syariah diproyeksikan mencapai 81 %, dengan total asset Rp 124 triliun. Indikatornya ialah, semua skenario asumsi moderat di atas. Indikator berikutnya ialah insentif kebijakan dan peraturan moneter dan fiskal oleh Bank Indonesia dan Pemerintah. terkait dengan industri perbankan Islam. Indikator lainnya penegmbangan perbankan dan keuangan Islam menjadi program pemerintah, seperti pengelolaan dana haji oleh bank-bank Islam, konversi bank milik Negara menjadi syariah dan penempatan dana daerah di bank milik daerah yang sudah memiliki UUS syariah, Proyeksi ketiga ini sangat sulit tercapai dan masih jauh dari harapan, karena kebijakan pemerintah untuk melakukan konversi bank BUMN menjadi syariah masih jauh api dari panggang. Demikian pula penempatan seluruh dana haji di bank syariah. Kesulitan ini, karena pemerintah belum serius dalam mengupayakan terciptanya ekonomi berkeadilan ini, disebabkan alasan duniawi sempit dan ketidakfahaman mereka tentang economics yang sophisticated ini.

Dari tiga skenerio yang dikemukakan di atas, skenerio yang paling mungkin dicapai adalah skenario pesimis, yaitu sebesar Rp 72 triliun. Namun saya memprediksikan, asset bank syariah akan melampaui angka tersebut, dikarenakan kehadiran empat bank umum syariah baru. Kehadiran bank umum syariah baru ini dipredikasikan akan mendongkrak pertumbuhan asset sebesar Rp 8 sampai 9 triliun. Seandainya bank syariah tumbuh sebesar 20 persen saja (secara organic), tidak termasuk asset 4 bank umum syariah yang alan hadir, diperkiraan asset bank syariah sudah mencapai 72 triliun. Berdasarkan perkiraan itu, maka saya memperkirakan asset bank syariah hanya akan tumbuh menjadi 81 triliun di akhir Desember 2010 mendatang. Dengan demikian, skenerio moderat yang dibuat Bank Indonesia, yaitu 97 triliun masih jauh, apalagi skenerio optimis, tentu makin jauh panggang dari api.

Bank Syariah Mandiri juga membuat tiga skenerio perrtumbuhan bank syariah, Pertama skenerio affordable yaitu sebesar 85 triliun, Kedua skenerio moderat, 89 triliun dan ketiga skenerio aggressif sebesar 95 triliun. Dari tiga skenerio tersebut yang paling mungkin terjangkau (affordable) ialah skenerio pertama, di mana asset bank syariah bertengger di angka Rp 85 triliun, Namun menurut saya angka inipun tidak akan tercapai, karena persentase pertumbuhan bank syariah diperkirakan 30-35 % saja. Sedangkan, jika asset bank syariah 85 triliun, itu berarti pertumbuhan bank syariah lebih dari 40 %.

Pilar-Pilar Pengembangan Prioritas
Dalam tulisan Agustianto (2007), disebutkan setidaknya ada 10 pilar pengembangan perbankan syariah. Sepuluh pilar ini tidak diuraikan di sini, karena keterbatasan ruang. Maka, yang disajikan hanya 5 prioritas / utama :

Peningkatan Kualitas SDM. Untuk menjadi bank syariah yang terkemuka di ASEAN, SDM bank syariah harus memiliki kompetensi yang unggul dan profesional. Pelayanan yang memuaskan masih masih menjadi unsur utama dalam penmgembangan perbankan syariah. Untuk itu bank syariah seharusnya mempriotaskan pembinaan SDM ini dan mengalokasikan dana yang sesuai.

Penguatan Modal; Pertumbuhan industri perbankan syariah pada tahun 2010 khususnya Dana Pihak Ketiga (DPK) harus diikuti peningkatan modal sehingga CAR-nya dalam posisi yang kuat yang pada gilirannya membuat perbankan syariah memiliki daya dukung keuangan capital yang memadai. Modal yang kuat akan memungkinkan bank syariah meluaskan sarana jaringan bank syariah. Keluasan jaringan kantor akan secara signifikan mendongkrak p[ertumbuhan.

Peningkatan Efisiensi; Mempertahankan dan meningkatkan kinerja dan daya saing perbankan syariah melalui peningkatan efisiensi yang ditempuh dengan jalan financial deepening dengan memperkaya variasi poduk dan jasa dan tetap menjaga kepatuhan pada prinsip syariah, termasuk instrumen pasar uang syariah.

Peningkatan Kualitas Sistem Pengawasan; Tantangan yang dihadapi oleh perbankan syariah dalam aspek operasional (kehati-hatian) membutuhkan peningkatan baik kualitas pengawasan maupun infrastruktur pengawasan. Di sini dibutuhkan pengawas yang memiliki integritas tinggi, agar sistem pengawasan ala Bank Century tidak terjadi pada pengawasan bank syariah.

Peningkatan Pengawasan Perbankan Syariah; Untuk mengoptimalkan pengawasan syariah dalam rangka memastikan tegaknya syariah compliance dalam operasi perbankan, maka PBI baru No 11/2009 tentang Good Corporate Governance (GCG) Perbankan Syariah, harus benar-benar diterapkan secara konsisten. Bank Indonesia harus tegas dan berani. Seorang tokoh yang mengawasi 4 atau 3 bank syariah besar, harus ditinjau kembali. Personil Dewan Pengawas Syariah jangan hanya beredar di kalangan Anggota DSN saja. Harus melibatkan pakar-pakar syariah yang memahami perbankan dan aspek fiqh secara mendalam, meskipun mereka di luar lingkaran DSN. Hal ini dimaksudkan dalam rangka mendukung pertumbuhan industri perbankan syariah yang kompetitif dan efisiensi dengan tetap menjalankan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan pada prinsip syariah.

Aspek teknologi sengaja tidak dimasukkan dalam pilar ini, karena sebagian bank syariah telah sama kualitas teknologinya dengan bank-bank konvensional, seperti bank BNI Syariah, Bank Permata Syariah, Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, Bank CIMB Niaga, Bank Muamalat dan Bank Meda syariah dan lain-lain.

Oleh : Agustianto
Penulis : Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjaa UI

Kategori:
0 Responses

Posting Komentar