Robert Skidelsky, guru besar ekonomi di Universitas Warwick, baru menerbitkan bukunya yang berjudul the Return of the Master. Skidelsky mengingatkan kita yang sering kali merujuk pada pemikiran Keynes, yang kemudian berkembang menjadi aliran pemikiran yang sangat mendewakan pertumbuhan ekonomi. Neokapitalisme dan neoliberalisme merupakan contoh sintesis pergumulan pemikiran yang pro dan kontra terhadap pemikiran Keynes.

Keynes sangat terkenal dengan pemikiran pertumbuhan ekonominya yang menempatkan pemerintah sebagai salah satu pendorong penting bergeraknya perekonomian. Namun, tidak banyak yang menyoroti sisi lain pemikiran Keynes, yaitu moralitas ekonomi. Sisi moralitas ekonomi Keynes tenggelam dalam hiruk pikuk pemikiran pertumbuhan ekonomi karena merupakan reaksi atas keadaan depresi besar tahun 1930-an.

Ketika orang ramai memuji pemikiran Keynes tentang pertumbuhan ekonomi, Keynes malah bertanya, "Jika pertumbuhan ekonomi adalah alat untuk mencapai tujuan, sebenarnya apa tujuan yang ingin dicapai itu? Berapa besar pertumbuhan yang dipandang cukup untuk mencapai tujuan itu? Apakah berbagai kebutuhan lainnya kita abaikan dengan hanya berpikir tentang pertumbuhan ekonomi?"

Keynes mengingatkan bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu tentang moral. Ia selalu bertanya, "Apa manfaat sebenarnya dari ilmu ekonomi? Bagaimana keterkaitan kegiatan ekonomi dengan hidup yang berkualitas (good life)? Berapa banyak kekayaan yang diperlukan untuk seseorang agar dapat hidup bijak, diterima masyarakat, dan berkualitas (wisely, agreeably, and well)?"

Skidelsky membagi pemikiran moral ekonomi Keynes menjadi empat. Pertama, hubungan antara kekayaan (wealth) dan kesejahteraan (goodness). Kedua, aspek psikologis pembentukan kekayaan. Ketiga, peran keadilan dalam ekonomi. Keempat, posisi agama dalam kehidupan ekonomi.

Nasib pemikiran moral ekonomi Keynes setali tiga uang dengan pemikiran moral ekonomi Adam Smith, bapak ilmu ekonomi yang terkenal dengan konsep invisible hands, yaitu pasar akan berjalan dengan sendirinya karena diatur oleh tangan-tangan yang tidak kelihatan. Aroma pasar bebas seakan identik dengan pemikiran Adam Smith yang saat ini versi revisinya kembali populer sebagai pemikiran neoliberalisme.

Jarang yang menyadari kentalnya nuansa moralitas pemikiran Adam Smith. Sejak usia muda, Adam Smith telah menekuni filsafat moral di bawah bimbingan Francis Hutcheson dan Henry Home. Ia kemudian ditunjuk menjadi ketua kajian filsafat moral yang mencakup ilmu teologi, etika, hukum, dan politik ekonomi.

Pada tahun 1759, ia menulis buku The Theory of Moral Sentiments yang seharusnya dilihat sebagai rangkaian pemikiran yang melandasi buku The Wealth of Nations yang ditulisnya pada tahun 1776. Sisi moralitas ekonomi Adam Smith tenggelam dalam hiruk pikuk pemikiran pasar bebas karena merupakan reaksi atas keadaan penguasaan dan pengaturan mutlak oleh raja.

The Return of the Master bukan berarti kembalinya Keynes atau Adam Smith. The Return of the Master berarti kita harus mengembalikan moral sebagai panglima dari seluruh kegiatan ekonomi. Bagi penganut setia neokapitalisme dan neoliberalisme, kita ingin mengingatkan pemikiran moral ekonomi dari para pionirnya.

Ekonomi tanpa moral akan kehilangan arah dalam mencapai tujuannya. Tujuan ekonomi adalah hidup yang berkualitas, bijak, dan diterima masyarakat. Apa yang diungkapkan Keynes seharusnya menjadi panglima dalam pembuatan kebijakan dan implementasinya.

Sesuatu, yang secara hukum prosedural dianggap benar, dapat saja dianggap tidak memenuhi rasa keadilan. Sesuatu, yang secara argumentasi ekonomi dianggap benar, dapat saja dianggap tidak memenuhi moral ekonomi. Hal ini karena rasa keadilan dan moral ekonomi dapat dirasakan oleh masyarakat luas yang tidak mengerti ekonomi sekalipun.

Moral ekonomi harus menjadi panglima, baru kemudian dicarikan argumentasi ekonomi dan hukum proseduralnya. Dengan demikian, argumentasi ekonomi dan hukum prosedural tidak akan kehilangan arah dalam mencapai tujuannya.

Ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS menyembelih anaknya sendiri, secara hukum formal tentu salah. Namun, moral dari perintah itu adalah mematuhi perintah Allah yang memang harus selalu menjadi panglima. Bila kita menjadikan perintah Allah, moral, dan nilai agama menjadi panglima; kita akan mendapatkan kebaikan yang tidak pernah terduga sebelumnya.

Perbuatan Nabi Khidir AS secara hukum prosedural memang salah. Oleh karena itu, Nabi Musa AS mengkritiknya. Nabi Khidir AS yang melakukan berbagai perbuatan yang melanggar hukum prosedural itu tetap melakukannya karena merupakan perintah Allah SWT kepadanya. Karena kepatuhan Nabi Khidir AS itulah, Nabi Musa AS mendapat pelajaran hikmah yang mendatangkan kebaikan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

Ketika Rasulullah SAW menandatangani Perjanjian Hudaibiyah, secara argumentasi ekonomi tentu merugikan karena memperkecil kekuatan ekonomi kaum Muslim di Madinah. Bayangkan saja, bila kaum Muslim Makkah datang ke Madinah, mereka harus dikembalikan. Bila kaum Muslim Madinah datang ke Makkah, mereka harus menetap di Makkah. Oleh karena itu, sebagian sahabat mempertanyakan kebijakan itu. Rasulullah SAW melakukan itu sesuai perintah Allah SWT. Karena itulah, kaum Muslim mendapatkan kebaikan yang sama sekali tidak terbayangkan sebelumnya.

The Return of the Master haruslah diartikan sebagai kembalinya moral dan nilai agama menjadi panglima. Hanya dengan itulah, kita akan mendapatkan kebaikan yang tidak terduga sebelumnya.

Oleh: Adiwarman Karim
Republika Online

Kategori:
0 Responses

Posting Komentar