Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dalam satu dekade terakhir ini berkembang pesat dan semakin menarik. Pasca 1998, bank-bank umum berbasis sistem syariah mulai tumbuh. Kini, ada kurang lebih sekitar 10 bank umum syariah di Indonesia. Belum lagi, ditambah dengan puluhan bank perkreditan syariah di berbagai wilayah. Menariknya lagi, pertumbuhan perbankan syariah diikuti juga dengan asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah, BMT/jasa keuangan syariah dan pasar modal syariah.

Dibukanya Jakarta Islamic Index juga membuktikan bahwa ekonomi syariah memiliki pangsa pasar tersendiri dan memiliki prospek yang sangat strategis. Diluncurkannya sukuk negara dan sukuk global juga membuktikan antusias yang luar biasa bagi para investor.

Begitu pula dengan perkembangan sektor zakat dan wakaf sebagai salah satu pilar ekonomi Islam. Kesadaran sebagian umat Islam untuk menunaikan zakat dan wakaf semakin besar. Apalagi, baru-baru ini Presiden SBY me-launching wakaf tunai. Fenomena tersebut membuktikan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kesadaran untuk menerapkan syariat Islam dalam bidang ekonomi.

Krisis keuangan dewasa ini berasal dari krisis subprime AS 2007. Ini adalah krisis keuangan terburuk sejak Depresi Besar oleh George Soros, Joseph Stiglitz, dan Dana Moneter Internasional (IMF) (Jaffee, 2008; Tong dan Wei, 2008). Sekarang krisis tersebut benar-benar menjadi krisis perekonomian global.

Karena tidak adanya sifat batasan perekonomian global, keterbalikan perekonomian di Amerika Serikat menciptakan kejutan sistemis yang dialihkan ke perekonomian di seluruh dunia. Jadi, krisis tersebut telah menyebabkan kerusakan berat pada pasar dan lembaga di inti sistem keuangan global (IMF, 2008). Akibatnya, perbankan dan lembaga keuangan Islam di seluruh dunia sepertinya 'terlindungi' dari kejutan keuangan global.

Oleh sebab itu, muncul gugatan terhadap sistem ekonomi kapitalis. Yakni, sistem ekonomi yang berlandaskan pasar yang mulai menjamur di berbagai negara, termasuk Indonesia. Banyak pihak berpendapat perlunya direvisi secara total sistem perekonomian Indonesia dengan mengarusutamakan prinsip dan praktik ekonomi syariah, mengingat Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Dan terbukti bahwa perbankan syariah kebal dari gelombang krisis global.

Efek positifnya, 10 bank top Islam terus menunjukkan dorongan kinerja dengan mencatat rata-rata pertumbuhan tahunannya sekitar 30 persen untuk 2008. Sementara bank-bank konvensional berkonsolidasi dan mengurangi pekerjanya, bank-bank Islam khususnya di negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk terus berkembang dan merekrut karyawan baru.

Krisis saat ini tampaknya menambah kelemahan perbankan konvensional tempat sistem keuangan global tersebut dibangun. Sistem konvensional memungkinkan penciptaan debit ganda pada aset tertentu tanpa terjadi transaksi riil yang dapat dilakukan dengan pertukaran default kredit.

Sebaliknya, keuangan Islam meminta agar transaksi keuangan harus ditunjang dengan aset riil dan sejalan dengan hukum Islam, syariah. Yang mengejutkan, bank-bank Islam seperti Al-Rajhi Bank Saudi Arabia, Gedung Keuangan Kuwait, Bank Islam Dubai, dan Maybank Islamic tumbuh stabil selama krisis.

Karena kebaikan dan keuntungan perbankan Islam, permintaan atas produk jasanya meluas, bukan hanya di negara-negara Islam, namun juga negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Inggris. Menurut data Biro Perbankan Syariah BI, dalam jangka waktu 10 tahun ke depan, dibutuhkan tidak kurang dari 10 ribu SDM yang memiliki kualifikasi dan keahlian di bidang ekonomi syariah.

Tentu ini merupakan peluang yang sangat prospektif dan sekaligus tantangan bagi lembaga-lembaga pendidikan yang ada. Mengingat peluang yang prospektif tersebut, rasanya sia-sia bila sistem perekonomian Islam tidak dibangun di atas pilar yang kuat. Oleh sebab itu, diperlukan langkah-langkah strategis:

Pertama, peningkatan sosialisasi konsep ekonomi Islam secara komprehensif. Kedua, pengembangan dan penyempurnaan institusi-institusi ekonomi syariah yang sudah ada. Jangan sampai transaksi-transaksi yang dilakukan tidak sesuai prinsip-prinsip ajaran Islam.

Ketiga, perbaikan dan penyempurnaan regulasi-regulasi yang ada. Keempat, peningkatan kualitas SDM yang memiliki kualifikasi dan wawasan ekonomi syariah yang memadai.

Kelima, inovasi produk. Keberhasilan ekonomi Islam di masa depan banyak bergantung pada kemampuan perbankan syariah dalam menyajikan produk-produk yang menarik, kompetitif, dan berdasarkan kebutuhan masyarakat, tapi tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Tidak menutup kemungkinan ekonomi syariah juga menghadapi tantangan. Pertama, hasil survei BNI Syari'ah (2005) menunjukkan bahwa penetrasi aset perbankan syariah pada 2004 baru sebesar 1,15 persen, sementara itu sekitar 51 persen masyarakat Indonesia menyatakan tidak setuju dengan bunga. Dengan demikian, secara optimis disimpulkan potensi pasar perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah masih sangat besar. Karena itu, sosialisasi kepada masyarakat dengan para alim ulama, lembaga pendidikan, dan perbankan syariah merupakan suatu keniscayaan. Peran para ulama, tokoh masyarakat, dan Lembaga Perguruan Tinggi Islam sangat strategis dalam menggalakkan sosialisasi ini, di samping sebagai praktisi Lembaga Keuangan Syariah.

Kedua, masih lemahnya jaringan atau sinergi yang kuat antara sesama lembaga keuangan syariah dengan lembaga-lembaga sosial yang bergerak di bidang ekonomi umat, seperti dengan lembaga zakat dan wakaf.

Keempat, belum berkembangnya ilmu ekonomi syariah yang dapat dikembangkan melalui dunia pendidikan dan pengetahuan, baik itu di kampus-kampus, penelitian-penelitian ilmiah, kelompok-kelompok kajian, ataupun media massa.

Memang, saat ini ilmu ekonomi syariah telah berkembang tidak hanya di dunia pendidikan Islam, namun telah memasuki dunia pendidikan secara umum. Kampus-kampus besar di Indonesia telah melakukan kajian-kajian akademis terhadap fenomena dan perkembangan keilmuan ekonomi syariah. Sudah saatnya kajian ekonomi Islam mendapat ruang dan tempat yang lebih luas lagi di perguruan tinggi.

Kurikulum ekonomi Islam pun perlu senantiasa disempurnakan, diintegrasikan antara pendekatan normatif keagamaan dan pendekatan kuantitatif empiris. Riset-riset tentang ekonomi syariah, baik pada skala mikro maupun makro harus diperbanyak. Ini akan memperkaya khazanah literatur ekonomi syariah sekaligus mempercepat perkembangan ekonomi syariah secara utuh dan menyeluruh.

Namun, sangat disayangkan sampai saat ini belum ada izin dari Mendiknas untuk pendirian prodi sarjana ekonomi Islam. Padahal, beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah sekitar tiga bulan lalu sudah mengajukan dan sudah dijanjikan. Sayangnya sampai detik ini belum ada realisasinya. Mungkin ini menjadi PR penting bagi Menteri Pendidikan yang baru. Wallahu'alam.

Ahmad Rodoni (Guru Besar Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Jakarta)
Republika Online

Kategori:
0 Responses

Posting Komentar