Dubai salah satu negara bagian Uni Emirat Arab (UEA) telah bermetamorfosis menjadi negara terindah di dunia. Dubai yang semula hanyalah dataran kering kerontang dengan padang pasir yang luas kini telah disulap menjadi kota metropolitan Timur Tengah yang telah menarik perhatian dunia, sekitar 15 juta pengunjung tiap tahunnya yang datang untuk menyaksikan keindahan dan pesona negeri minyak itu.
Konon, katanya, obsesi raja atau penguasa menjadikan Dubai sebagai negara terindah dan termegah di dunia itu akibat cadangan minyak yang telah menjadikan negara tersebut kaya raya kian surut. Untuk itu, lalu diantisipasi dengan pembangunan sektor industri yang serbawah, sehingga dolar tetap mengalir ke negeri itu.
Dubai, kini, telah memiliki sejumlah landmark bertaraf internasional yang sebaligus mengantarnya menjadi negara tercantik di dunia, sebutlah misalnya; The Dubai Mall yang merupakan salah satu Mall/Plaza terbaik di dunia. Lalu Burj Dubai, gedung tertinggi di dunia, yang memiliki ketinggian sekitar 800 meter. Karya penomenal dan spektakuler lainnya adalah Pulau Palm buatan yang didirikan di daerah lepas pantai, serta Al Burj Al Arab, hotel berbintang tujuh pertama di dunia setinggi menara Eifel. Selain itu, juga ada Falconcity of Wonders (FCW), megaproyek kawasan kota dengan konsep dunia mini yang dibawa ke dalam Kota Dubai. Obsesinya supaya Dubai menjadi satu tujuan utama pariwisata dunia.
Namun, negeri berpenduduk 1,6 juta jiwa itu kini sedang meradang akibat tumpukan utang yang tak sanggup untuk dilunasinya ( default ). Ambisi menjadi kota terbaik di dunia ternyata didanai dari tumpukan utang yang melebihi kapasitas kemampuan bayarnya. Rasio utang Dubai terhadap PDB 103 persen dan sebagian utangnya dicatat secara off-balance sheet yang berjumlah besar.
Pengumuman gagal bayar oleh Dubai World, semacam BUMN milik keemiratan Dubai sempat mengguncang pasar dunia dan dikhawatirkan akan memperlambat proses recovery ekonomi dunia pascakrisis keuangan di Amerika Serikat. Bahkan, sebagian ekonom memperkirakan jika tidak terjadi antispasi yang tepat maka krisis utang ini akan memicu lahirnya krisis morgage jilid kedua.
Akibat pengumuman gagal bayar itu memberikan gelombang shock di pasar global. Masalah Dubai memicu naiknya risiko harga surat berharga dan investor mulai menolak masuk di obligasi pemerintah. Harga saham di Eropa dan Asia anjlok, sementara pasar Amerika Serikat terlindungi karena tutup liburan Thanksgiving Day. Krisis ini juga berdampak pada penurunan harga komoditas termasuk melemahnya harga minyak hingga lima persen. Mimpi menjadi kota terindah dunia kini mulai berubah menjadi mimpi yang menakutkan akibat gagal bayar utang yang bisa memicu efek domino terhadap perekonomian kawasan bahkan dunia.
Dubai World
Dubai World merupkan perusahaan pelat merah milik Pemerintah Dubai yang bergerak dalam berbagai bidang infrastruktur. Melalui perusahaan ini dan anak perusahaannya, Dubai mengandalkan utang untuk membangun berbagai megaproyek menara gading. Hanya dalam kurun empat tahun, Dubai telah mencetak utang sebesar 80 miliar dolar untuk membiayai ambisi pariwisatanya.
Akhir pekan lalu, Pemerintah Dubai mengajukan permintaan penundaan pembayaran utangnya sekitar 60 miliar dolar yang jatuh tempo pada Desember 2009 dan diperkirakan akan mengalami gagal bayar (default). Kejadian inilah yang memicu rontoknya pasar keuangan di berbagai belahan dunia.Salah satu anak perusahaan Dubai World yang bergerak dalam bidang infrastruktur adalah Nakheel. Proyek properti Nakheel termegah adalah The Palm Island, konsep perumahan megah yang terletak di tengah laut berbentuk kurma.
Sebagian skema pembiayaan Nakheel adalah berbentuk sukuk. Nilai sukuk yang ditunda pembayaran pokoknya sebesar 3,52 miliar dolar dengan jatuh tempo pada 14 Desember 2009, diusulkan ditunda hinggal 30 Mei 2010. Penundaan ini tentunya memberikan dampak negatif bagi pemegang sukuk yang membutuhkan likuiditas. Kejadian ini juga berdampak pada penurunan harga sukuk Nakheel hingga -31,11 persen.
Sukuk default ini tentunya akan memberikan dampak negatif terhadap citra sistem keuangan Islam yang tahan krisis dan tidak berbasiskan pada transaksi ribawi. Namun, cerita gagal bayar sukuk Nakheel bukanlah yang pertama kali terjadi dalam sistem pembiayaan keuangan Islam global. Investment Dar, perusahaan investasi yang berbasis di Kuwait, adalah perusahaan yang pertama kali gagal memenuhi kewajibannya atas sukuk yang diterbitkannya sebesar 100 juta dolar AS. Sukuk default juga pernah dialami oleh ECP (East Cameron Partners), perusahaan eksplorasi minyak dan gas yang terletak di Texas dengan jumlah sukuk sekita 170 juta dolar AS.
Dampak
Krisis keuangan Dubai tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri, mengingat fundamental ekonomi Indonesia cukup baik, rasio utang terhadap PDB sebesar 30 persen, serta nilai rupiah cukup stabil, bahkan kredit rating Indonesia baru saja mengalami kenaikan.
Mungkin yang akan kena imbas akibat gagal bayar obligasi oleh Dubai World adalah prospek pembiayaan pemerintah lewat sukuk atau SBSN (Surat Berharga Syariah Negara), karena Dubai World adalah penerbit sukuk terbesar di Dunia. Sementara itu, target SUN dan sukuk tahun 2010 mencapai Rp 104 triliun. Selain itu, kondisi gagal bayar ini akan berdampak kepada semakin mahalnya biaya penerbitan surat utang negara-negara berkembang (emerging market) sebab perhitungan premi risiko pada harga surat utang semakin tinggi.
Namun, kondisi krisis Dubai ini bisa saja justru menjadi keuntungan buat Indonesia jika dana-dana yang akan meninggalkan Dubai itu justru akan mengalir masuk ke Indonesia khususnya pada instrumen investasi sukuk yang akan diterbitkan pemerintah pada tahun depan. Sehingga, peluang indonesia sebagai penghubung keuangan Islam Asia Tenggara bisa tercapai. Wallahu a'lam bis-sawab.
Oleh Ali Rama (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta)
Republika Online
ternyata dubai juga bisa krisis ya. salam kenal