Krisis keuangan global yang mulai berimbas di negara kita, memaksa bangsa ini untuk waspada karena tidak mustahil menjadi tsunami ekonomi yang memorak-porandakan ekonomi nasional kita dan memberi dampak negatif bagi kehidupan rakyat Indonesia. Untuk itu, sangat penting bangsa ini menyiapkan diri supaya bisa survive di tengah krisis. Salah satu sikap penting yang perlu diambil ialah mencari dan menemukan potensi yang dimiliki bangsa ini supaya bisa dimanfaatkan dan dijadikan sebagai penyangga dan motor penggerak pengembangan ekonomi di tengah krisis. Menyambut kepulangan jamaah haji di Tanah Air yang selesai melaksanakan ibadah haji, kita ingin melihat sisi lain dari ibadah haji yang setiap tahun dilakukan umat Islam.
Tun Musa Hutam, mantan wakil perdana menteri Malaysia, dalam pertemuan Eminent Persons Group (EPG) Indonesia-Malaysia di Jakarta beberapa waktu mengemukakan besarnya potensi dana haji yang bisa dikelola untuk meningkatkan ekonomi. Malaysia melalui Lembaga Tabung Haji telah berhasil melakukan hal itu dan memutarnya ke dalam berbagai sektor riil yang berperan besar dalam menggerakkan dan memajukan ekonomi.
Menurutnya, dalam menghadapi krisis finansial global, potensi dana dari haji penting dipikirkan untuk dikelola dan dikembangkan untuk memajukan ekonomi karena tidak bisa lagi banyak berharap dana dari negara-negara maju. Mereka juga mengalami krisis finansial yang dahsyat.
Masalahnya, apakah potensi dana haji yang begitu besar tetap dibiarkan berceceran seperti selama ini atau krisis finansial yang sudah mulai menghantam ekonomi kita dan menciptakan PHK massal, memaksa, dan memacu kita untuk melihat potensi yang dimiliki untuk didayagunakan bagi survival dan kemajuan bangsa kita?
Rasanya kita tidak punya banyak pilihan sebagai bangsa, kecuali mendayagunakan dan mengelola sebaik-baiknya kekayaan alam kita yang luar biasa besar dan potensi yang dimiliki, seperti dana haji. Kalau dalam suasana krisis kita bisa memulai melakukan hal-hal tersebut, bangsa ini secara bertahap mempunyai harapan untuk bangkit menjadi negara yang lebih mandiri, lebih kuat, dan makmur pada masa depan.
Bisa belajar
Indonesia ketika mendirikan Bank Muamalat Indonesia pada 1991 banyak diilhami dari keberhasilan pengembangan Bank Islam di Malaysia. Sekarang ini dengan keberhasilan Malaysia mengelola dana haji melalui Lembaga Tabung Haji (LTH) yang didirikan tahun 1963 patut pula mengilhami kita.
Visi LTH ialah mendukung kejayaan ekonomi umat dan pengurusan haji terkemuka (terbilang). Adapun misi LTH ialah memerkasakan ekonomi umat, senantiasa giat mencari pelaburan (investasi) strategis global dan lokal bagi pertumbuhan berterusan (berkesinambungan), menggembleng dan memperkaya modal pendeposit, memberikan perkhidmatan (pelayanan) cemerlang yang berterusan, memudahkan dan menyempurnakan urusan jamaah ke arah haji mabrur, serta memberikan pulangan yang kompetitif, halal dan thoyyiban (baik).
Dengan visi dan misi Lembaga Tabung Haji Malaysia itu, maka di bawah supervisi dan jaminan (blanket guarantee) oleh Pemerintah Malaysia terhadap semua dana haji yang dikelola secara professional oleh LTH, lembaga itu telah berkembang maju dan memberi manfaat yang amat besar. Tidak saja secara spiritual dan material bagi calon haji, tetapi juga ikut berperan memajukan perekonomian Malaysia. Semoga keberhasilan pengelolaan dan pengembangan LTH di Malaysia, kita terilhami dan mau belajar dari keberhasilan negara jiran itu, untuk mulai melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan LTH Malaysia.
Perlu /political will
Mendirikan lembaga LTH di Indonesia, semacam di Malaysia, tidaklah mudah. Sekurang-kurangnya terdapat tiga kendala yang dihadapi. Pertama, urusan haji telah menjadi ladang bisnis yang luar biasa besar dan menguntungkan berbagai pihak. Kedua, urusan haji telah menjadi lahan Depag yang memberi kebanggaan tersendiri, kenikmatan dan keuntungan.
Sebagai contoh, melalui kegiatan haji dapat dikumpulkan dana yang cukup besar menjadi Dana Abadi Umat yang banyak membantu pesantren. Kenikmatan semacam itu tidak mudah untuk dilepaskan.
Ketiga, urusan haji telah melibatkan bermacam-macam kepentingan, tidak hanya motif ibadah, tetapi juga politik dan ekonomi. Oleh karena itu, mereka yang menikmati pelaksanaan haji seperti selama ini, tidak akan rela melepaskannya begitu saja. Maka jika ingin mengelola dan mendayagunakan potensi ekonomi haji yang luar biasa besar untuk kemajuan ekonomi bangsa, harus dengan political will dari pemimpin pemerintahan yang didukung oleh parlemen.
Perkasakan ekonomi rakyat
Pengelolaan dan pendayagunaan potensi ekonomi haji sangat penting. Alasannya, pertama adalah struktur ekonomi Indonesia sangat timpang. Ia bagaikan gelas anggur. Di puncaknya dikuasai oleh kelompok kecil usahawan dengan menguasai 90 persen ekonomi nasional, sementara di tengahnya pengusaha menengah sangat kecil jumlahnya dan pada lapisan bawah adalah ekonomi rakyat yang terdiri dari usaha mikro, usaha kecil dan koperasi merupakan kelompok paling besar, dengan menguasai kue ekonomi yang amat kecil.
Struktur ekonomi semacam ini tidak sehat. Untuk membangun struktur ekonomi 'belah ketupat' sebagai struktur ekonomi yang sehat dan ideal, diperlukan effort (usaha) dan dukungan yang kuat dari semua pihak. Salah satu jalannya ialah membangun lembaga tersendiri untuk mengelola dana haji secara produktif yang jumlahnya diperkirakan paling sedikit Rp 25 triliun jika diasumsikan semua calon haji berdasarkan kuota Indonesia sebanyak 210 ribu orang setiap tahun, sudah mendaftar haji untuk empat tahun, dan telah melunasi ongkos naik haji (ONH).
Dana sebesar itu jika dikelola secara profesional dan hati-hati, setiap tahun bisa menghasilkan keuntungan ratusan miliar rupiah, dengan perkiraan laba 5-10 persen per tahun. Dana itu akan berakumulasi dan terus membesar jumlahnya setiap tahun.
Pada saat likuiditas amat terbatas jumlahnya karena krisis keuangan yang mendera bangsa ini, kita bisa memerkasakan ekonomi rakyat yang jumlahnya sangat besar, dengan menyediakan modal kerja dan modal investasi yang amat diperlukan oleh mereka. Jika dikombinasikan dengan pelatihan pemasaran, akunting, keuangan, dan quality control, ekonomi rakyat akan bangkit dan berkembang menjadi motor ekonomi nasional.
Dengan demikian, akan tumbuh kelas menengah ekonomi yang kuat dan mandiri yang kelak menjadi pilar demokrasi ekonomi dan politik di Indonesia. Kalau mereka yang dilatih para sarjana yang bergerak di sektor ekonomi rakyat, mereka bisa membuka lapangan kerja yang lebih luas dan mengubah struktur ekonomi Indonesia menjadi belah ketupat, di mana lapisan menengah lebih besar daripada lapisan atas.
Masalahnya, adakah kemauan dan keberanian untuk mengambil keputusan? Semoga krisis ekonomi yang mendera bangsa ini memaksa kita berani dan bersatu mengubah paradigma pengelolaan haji, seperti yang dilakukan Malaysia.
Musni Umar PhD, Anggota EPG Indonesia
Republika Online
boleh juga,.. tapi kira2 bisa kita terapin di indonesia gak?